Sabtu, 20 November 2010

Day #16: "The Breath of Fresh Air"

The Breath of Fresh Air is something that we couldn’t see every time. It’s like something different that will refresh our minds from the sort of stressful activities or boredom that we have at a certain time. It’s unexplainably special. It could come from a tiny little thing that we don’t even notice before. It’s like a color when everything we see is only black and white.  It’s a big smile in our faces when it’s suddenly shown up. Sometimes we never know that it’s coming to us. It’s personal. It creates the most comfortable feeling at a time like there’s no other positive emotion can do. It’s overwhelming. It could be a whole new energy to continue something we probably almost lose or give up. The energy that will help us make a right decision and kill some doubts. It’s such a special little gift that God give us for such a little time.
It’s actually a happiness. A short comfort. People would not feel that if they don’t even feel bad before. The bigger problem we have, the more extreme breath of the fresh air will cure.
We can find it anywhere. In books, in people we see, in neighborhood, in the mirror, we can even create it in our minds if in the end of the day we don’t see it anywhere.
This is a picture of my two-year-old nephew that live quite far from here. And it’s my today’s breath of fresh air.


Jumat, 19 November 2010

Day #15: "Gimmick"


In marketing language, a gimmick is a unique or quirky special feature that makes something "stand out" from its contemporaries. However, the special feature is typically thought to be of little relevance or use. Thus, a gimmick is a special feature for the sake of having a special feature. It began, however, as a slang term for something that a con artist or magician had his assistant manipulate to make appearances different from reality. Such things as the manipulating of a gaming wheel led to the idea of a "gimmick" being used. -Wikipedia

A shiny seductive finish applied to a big pile of bull shit.2.A ploy geared to make you believe something of an untrue nature. -Urban Dictionary

Gimmick buat menarik perhatian. Gimmick buat jadi pusat perhatian. Gimmick buat mengubah pikiran. Gimmick buat mencari keuntungan. Gimmick buat jualan.

Foto diatas saya ambil dari pinggir jalan daerah gede bage beberapa waktu silam. Entah dengan maksud untuk menarik perhatian untuk "menipu" calon pembeli dengan tulisan "Favorit Selebriti" atau sang penjual hanya ingin membubuhkan humor pada jualannya. Somehow it's quite refreshing to see that, at least I smiled at it. Mungkin akan lebih "menjual" jika si penjual Es Durian ini memiliki selera humor yang sesuai dengan apa yang terpampang di gerobaknya. Sayang sekali saya nggak sempat mampir mencicipi jualannya.

Jaman makin susah, nyari duit makin nggak gampang. Jualan gimmick bisa jadi jalan pintas bagi sebagian orang yang ingin jualannya cepat laku. Tapi semakin sering orang melihat hal serupa, semakin pintar dia memilih dan menilai mana jualan yang "menipu" mana yang bukan. Menurut saya, penjual yang paling pandai adalah penjual yang paling pintar menyembunyikan gimmick yang dia pilih. Karena pembeli jaman sekarang juga makin pintar dan nggak gampang dibodohi dengan gimmick murahan.

Saya pernah meng-captured sebuah iklan yang menurut saya kocak dan bikin penasaran. Foto tersebut pernah saya upload di blog saya yang lain . Menurut anda gimmick macam apakah itu? Dan apakah foto yang dibawah ini juga merupakan gimmick untuk nama sebuah toko bayi?


Kamis, 18 November 2010

Day #14: "I-wish-I-could & stuffs"

I wish I had everything I need to get those freedoms
I wish I had nothing to fear
I wish I had a better charm
I wish I could say this
I wish I could text that
I wish I had more to say 
I wish I had that kind of confidence
I wish I could stop dreaming and make it true
I wish I could face it now
I wish I could tell how much I love those songs
I wish I had better words to show them
I wish it's not just a phase
I wish I could get closer
I wish It would be what I expect to be
but if it will not be,
I wish I would get it in an unexpected way
And i will dream about you again

Rabu, 17 November 2010

Day #13: "Anti-meat"

Hari raya qurban membuat beberapa teman saya menjadi vegetarian temporer. Ceritanya gara-gara mereka menyaksikan langsung proses penyembelihan hewan qurban, bergidik ngeri lalu merasa iba terhadap hewan-hewan itu. Walhasil sampai daging sudah matang dalam bentuk sate atau gulai, mereka belum mau menyentuh hidangan lezat tersebut. Mungkin jika hal ini terjadi berkepanjangan, lama-lama mereka beneran menjadi vegetarian.

Cerita "anti-meat" ini juga terjadi pada beberapa fashion designer yang anti menggunakan bagian tubuh binatang seperti fur, kulit, dan feather untuk menjadi bagian dari desain yang mereka buat. Setelah menyimak interview dengan Stella McCartney, putri Paul McCartney yang merupakan salah seorang fashion designer yang menganut paham tersebut, pada dasarnya dia dan mereka yang memiliki visi sama dengannya merupakan kalangan penyayang binatang yang secara langsung berdampak pada pola hidup/makan mereka, yaitu menjadi vegan. (Ada cerita lucu beberapa waktu silam, ketika Ellen DeGeneres yang juga mengaku vegan harus "berurusan" dengan Lady Gaga yang ketika di undang ke talkshow-nya memakai tiruan kostum daging seperti yang ia pakai di VMA tahun ini)

Stella McCartney's Bambi-inspired A/W 2009/2010 ad campaign

Animal right activist dan eco-friendly design secara langsung ataupun tidak menjadi image dan branding terhadap diri pribadi serta produk-produk yang akan dia jual oleh desainer yang dikenal dengan visi dan misi tersebut. Selain akan berhasil menembak ke suatu pasar tertentu, desainer seperti Stella McCartney memiliki tantangan untuk mengganti material produk yang biasa terbuat dari kulit binatang seperti pada sepatu, tas dan beberapa asesoris lain dengan material lain namun tetap memiliki fungsi yang kurang lebih sama dengan kulit. Dan dia berhasil mencapai itu.

Ada cerita menarik dari Karl Lagerfeld, seorang fashion designer yang bekerja untuk label besar seperti Chanel dan Fendi yang pernah menyatakan statement-nya tentang fur: 
 "Hunters in the north make a living having earnt nothing else than hunting. Killing those beasts who would kill us if they could." 

 Dan dia menyimpulkan dialog fur dan anti-fur itu dengan: 
 "In a meat-eating world, wearing leather for shoes and clothes and even handbags, the discussion of fur is childish."

Selasa, 16 November 2010

Day #12: "Toleransi"


Foto diatas adalah sebuah pemandangan yang akrab di temui masyarakat Indonesia secara umum tiap setaun sekali, tepatnya tiap ada perayaan hari raya Idul Adha. Tapi pernahkah anda terganggu dengan pemandangan seperti foto diatas? Hewan qurban seperti kambing dan sapi yang tiba-tiba dijual bebas dipinggir jalan seperti orang jualan merchandise salah satu tim kesebelasan sepak bola tiap kali tim tersebut akan bertanding. Secara mendadak indra penglihat kita harus beradaptasi dengan pemandangan tersebut, indra penciuman yang juga harus beradaptasi terhadap bau binatang yang tentunya sama sekali nggak enak itu. 

Saya adalah salah seorang yang ikut merayakan hari raya Idul Adha. Tapi hari ini, H-1 dari perayaan hari besar tersebut, saya tiba-tiba berpikir untuk memposisikan diri saya sebagai orang yang tidak merayakannya, alias non-muslim. Untungnya bagi orang Indonesia yang dari sejak lahir sudah terbiasa dengan suasana perayaan hari besar agama, pemandangan seperti ini mungkin tidak terlalu mengagetkan. Jika Islam merupakan agama mayoritas masyarakan Indonesia, warga minoritas harus pintar-pintar membawa diri untuk beradaptasi terhadap kebiasaan atau ibadah yang dilakukan warga mayoritas. 

Tahun ini Idul Adha dirayakan di dua hari yang berbeda karena ada dua kepercayaan berbeda terhadap waktu jatuhnya Idul Adha. Tadi malam saya mendengar suara takbir bersahutan dari masjid-masjid disekitar kontrakan saya. Suara takbir tersebut terdengar hingga jam 2 dini hari. Disini saya kembali berpikir: "Kalo saya bukan muslim dan rumah saya disebelah masjid pasti sudah terganggu sekali dengan suara takbir itu. Pertama karena suaranya keras terdengar hingga larut dan mengganggu tidur. Kedua: saya bahkan nggak ngerti sama isi takbir itu". Kasus serupa terjadi pada bulan puasa dimana tiap jam 3 pagi beberapa masjid akan membangunkan masyarakat sekitar dengan menggunakan microphone. Disini toleransi kaum minoritas tersebut kembali diuji.

Mungkin saya akan benar-benar merasakan menjadi pihak minoritas itu kalo saya tinggal di wilayah seperti contohnya Bali dimana suatu agama tertentu menjadi mayoritas disana. Saya cuma menyayangkan hal-hal yang mungkin sepele seperti lokasi jual-beli hewan qurban, terlepas dari kewajiban beribadah, harusnya lebih bisa ditertibkan. Setidaknya dipusatkan disuatu tempat. Karena jualan hewan qurban berbeda dengan jualan binatang piaraan. Kecuali yang jualan mau memandikan dulu barang dagangannya.

Senin, 15 November 2010

Day #11: "Lumayan.."

Dibilang "lumayan" itu buat sebagian orang bisa membuat lega atau seenggaknya tersenyum, karena berarti apa yang mereka buat atau miliki selama ini nggak jelek-jelek amat di mata orang lain. Tapi ucapan "lumayan" dari seseorang akan membuat gusar sebagian orang lain karena mereka berpikir bahwa jerih payah yang selama ini mereka kerahkan untuk sesuatu yang mereka buat nggak terbayar. Apalagi jika kata "lumayan" itu mereka dengar berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup ama. Siapapun di dunia ini pasti pernah memiliki keinginan untuk mendapat penghargaan lebih dari kerja keras yang telah mereka lakukan, setidaknya sekali seumur hidup. Apalagi jika mereka begitu yakin terhadap hasil dari kerja keras itu.



Hari ini hal tersebut terjadi pada saya. Saya nggak akan cerita gamblang. Saya coba analogikan dengan reaksi seseorang setelah nonton sebuah film. Jika sebelum menonton film orang itu mendapat informasi bahwa film yang akan dia tonton itu jelek, padahal setelah dia tonton menurutnya lumayan, orang itu akan bilang: "it's not that bad". Begitupun sebaliknya, jika informasi yang dia dapatkan sebelumnya berisi bahwa film itu bagus, sedangkan dia pikir setelah menonton filmnya jelek, dia akan bilang: "it's not that great"

For me, not-that-bad is exactly the same with not-that-great. They both mean SO-SO. Not special. Fair. And somebody here needs to exaggerate his greatness.


Minggu, 14 November 2010

Day #10: "Blunder"

Saya orang yang percaya Tuhan, dan selalu berusaha berpikir bahwa hal apapun di dunia ini yang bukan Tuhan pasti nggak akan sempurna dan dari situ saya berharap akan tumbuh pola berpikir atau sifat ikhlas, nrimo, optimis, dan tidak takut gagal dalam melakukan tindakan apapun pada diri saya.

Jadi bagaimana jika ternyata hal-hal yang selama ini kita percaya kebenarannya ternyata adalah kebohongan atau kesalahan besar? Bagaimana jika tanggal lahir yang tertera pada akte kelahiran kita ternyata salah? Bagaimana jika pelajaran yang diajarkan di sekolah ternyata bohong? (dan sudah banyak terbukti seperti contoh terakhir terjadi pada Brontosaurus) dan bagaimana jika ternyata memang benar ibu kitalah yang mengirim sms butuh pulsa dan memiliki nomor handphone lain yang selama ini nggak pernah kita tau? (kalo yang ini agak nggak mungkin ya)

Tugas manusia adalah waspada dengan pintar-pintar menganalisa dan membawa diri, karena tiap-tiap orang memiliki kepentingan. Belajar dari kesalahan diri sendiri dan orang lain dan rajin mengaktualisasi diri dan berpikir kritis, karena bahkan pihak yang pada suatu hal membawa keberhasilan ternyata disisi lain membawa kehancuran (refers to sebuah rezim yang pernah sangat Berjaya di negeri ini)

“Orang bertopeng itu bisa perampok atau penipu. Bisa juga Batman atau Spiderman” –Wimar Witoelar

Saat ini kita bisa melihat Tifatul Sembiring dan FPI sebagai dua buah pihak yang banyak di cecar dan di kritik masyarakat Indonesia maupun luar negeri. Juga melihat performa presiden SBY yang kurang kuat dan tegas dalam menanggapi masalah-masalah yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Jadi mungkin orang Indonesia kini mulai terbiasa menghadapi sikap pihak-pihak yang punya power tapi blunder.

Saya adalah contoh orang yang selalu memandang sinis terhadap aparat keamanan, khususnya polisi. Penyebabnya tentu berakar dari pengalaman-pengalaman nggak enak yang pernah saya alami dan dengar tentang mereka. Tapi sekarang saya bingung harus bersikap bagaimana setelah sejak beberapa waktu lalu saya masih tersentuh tiap kali melihat foto (dan membaca berita) yang menjadi headline disebuah surat kabar ini.


Sabtu, 13 November 2010

Day #9 (part.2): "Everyone Has a Talent"






Bagi yang sudah menonton Thank You For Smoking, pasti sangat familiar dengan scene dan kalimat di atas.

I do really believe in talent, but even talent needs to be upgraded, updated and exercised.

Saya percaya instinct itu gak jauh beda sama Talent, atau mungkin sebenarnya instinct itu merupakan suatu bagian besar dari talent. Instinct harus ter update dan terlatih terhadap apa yang sedang terjadi di sekitar kita sebelum pada akhirnya kita memutuskan untuk mempercayainya. Instinct yang terlatih akan menghasilkan keputusan-keputusan hidup yang tepat yang pada akhirnya akan menentukan nasib hidup seseorang.

Seorang Nick Naylor yang berprofesi sebagai chief spokesman di sebuah perusahaan rokok (diperankan oleh Aaron Eckhart) pada film ini pun punya rumus terhadap talent yang dia miliki



Day #9: "You Are What You Curse"



 Pernahkah anda menilai orang berdasarkan sumpah serapah yang keluar dari mulutnya? Atau apakah anda sendiri memang orang dengan tipe seperti itu?

Gambar di atas saya dapatkan dari sebuah majalah dalam format pdf, SAYANG SEKALI saya sendiri bahkan lupa majalah yang mana itu saking banyaknya e-magazine di komputer saya. Foto yang sederhana tapi sangat menohok pandangan. Dan saya pikir sangat cocok dijadikan gambar pembuka dari tulisan saya kali ini ;D

Kemarin sore saya dan seorang teman memesan minuman bersoda di sebuah restoran franchise di kota Bandung. Sambil ngobrol kita menikmati hidangan tersebut hingga mungkin gara-gara terlalu asiknya, tangan teman saya nggak sengaja menyenggol minuman soda yang dia pesan di atas meja. Secara spontan, keluarlah sebuah teriakan keras berisi kata-kata yang kurang enak di dengar. Ekspresi panik, kesal dan malu menghiasi wajahnya saat itu karena meja dan tempat duduk disekitar kita pada waktu itu cukup penuh diisi pengunjung restoran. Akhirnya saya memanggil salah satu pelayan setempat untuk membersihkan tumpahan minuman soda yang heboh itu.

Cerita diatas adalah sebuah cerita diantara sekian banyak peristiwa sejenis yang pernah saya alami dengan teman-teman, orang yang tidak dikenal yang kebetulan sedang berada di lokasi yang berdekatan, dan ehm, saya sendiri si pelakunya.


Ekspresi yang keluar secara tidak sengaja tersebut bisa jadi merupakan tabiat asli dari orang yang mengucapkannya. Yang menarik dari pengucapan sumpah serapah itu, ada beberapa orang atau kalangan yang berhasil memlesetkan sebuah kata kasar dengan mengganti huruf terakhir pada kata tersebut seperti yang terjadi pada kata Anjing yang diubah menjadi Anjir dan Anjis. Pengubahan huruf terakhir tersebut secara "etika pendengaran" saya turut menurunkan kadar kekasaran pada kata tersebut. Hingga sekarang saya penasaran sama orang yang pertama kali memlesetkan kata Anjing itu.

Selain lewat ucapan dari mulut, nggak sedikit kalangan yang saat ini sudah nggak malu-malu menyatakan statement-nya lewat media lain, seperti salah satunya lewat kaos yang mereka pakai, seperti pada foto diatas. Foto itu saya ambil beberapa waktu yang lalu dari seorang penjual ayam goreng kaki lima di daerah Dipati Ukur, Bandung. 

Sebenarnya langsung bisa disimpulkan bahwa seperti pada judul tulisan ini, orang bisa menjadikan sumpah serapah(dan tentunya cara pengucapannya) sebagai media untuk menilai kepribadian dan karakter seseorang. Seperti kata Anjir yang tadi saya sebutkan, tidak lagi menjadi sebuah makian, dengan kondisi dan cara pengucapan yang berbeda, kata tersebut bisa menjadi pujian atau sanjungan yang tinggi terhadap seseorang yang telah melakukan suatu hal luar biasa yang tak terduga. 

Foto dibawah saya captured dari sebuah film yang berjudul Youth Revolt, sebuah contoh curse word yang dijadikan sebagai ungkapan untuk membela Tuhan?


Kamis, 11 November 2010

Day #8: "The Frame"



Pemandangan diatas saya tangkap dan saya abadikan dengan memakai kamera ponsel ditengah-tengah melakukan jogging di sabuga. Saya selalu dibuat tersenyum tiap kali melihat, bertemu dan melewati pasangan yang sering saya temui di Sabuga ini. Di usia mereka yang renta entah dengan siapa mereka berangkat dan secara rutin melakukan aktifitas pagi ini.

Kesan yang selalu timbul terhadap pasangan ini adalah lucu, terharu, semangat hidup, optimis, sweet, bahagia, setia, menikmati hidup, tapi yang pasti pandangan saya seakan menjadi sebuah frame yang tiap kali bertemu mereka terwujudlah sebuah gambar dengan tulisan yang entah datang dari mana, seperti gambar dibawah ini :D




Selasa, 09 November 2010

Day #7: "Pahlawan"

Semua orang bisa menjadi pahlawan dan semua pahlawan berhak mendapat penghargaan terhadap apa yang telah dia lakukan, meski hanya ucapan terima kasih.

Beberapa waktu lalu saya naik sebuah bus damri yang sedang penuh sesak dengan penumpang. Untungnya saya mendapatkan tempat duduk yang cukup enak karena posisinya berada di dekat pintu masuk dan keluar, jadi nggak terlalu panas. Penumpang naik dan turun silih berganti. Saat itu sekitar jam 5 sore dimana sebagian besar penumpang adalah orang-orang yang terlihat kelelahan pulang dari bekerja. Bus semakin penuh sampai penumpang terpaksa berdiri memenuhi bus. Disebelah saya duduk seorang anak laki-laki berseragam SD. Kalo saya tebak sepertinya dia masih kelas 4 atau 5 SD. Ditengah perjalanan bus berhenti karena ada seorang ibu yang hendak naik bus, ibu tersebut membawa dua kantong belanjaan di kedua tangannya. Melihat dia menaiki bus yang sedang penuh sesak tersebut, anak laki-laki disebelah saya tadi langsung berdiri mempersilahkan ibu itu untuk duduk ditempat duduknya tadi. Saya tertegun melihat ekspresi wajah anak itu yang begitu sopan dan tulus diantara keringat yang mengucur deras diwajahnya. Ibu itupun mengucapkan terima kasih sambil tersenyum.

Bagi saya anak itu telah melakukan sebuah tindakan kepahlawanan pada saat itu, dimana dia dengan kesadarannya mengalah untuk seorang ibu yang terlihat tidak akan kuat lama-lama berdiri didalam bus. Dan bagi saya orang tua atau siapapun yang mengajarkan sopan santun dan cara beretika terhadap anak itu juga merupakan pahlawan yang berhasil mendidik anak itu menumbuhkan kesadaran tadi.


Courtesy is contagious. And so is bad attitude.

Pada waktu kecil saya melihat pahlawan itu adalah seperti pahlawan-pahlawan nasional yang di ajarkan di sekolah. Juga pahlawan pembela kebenaran yang sering muncul di TV. Ngomong-ngomong masalah pahlawan di TV, saya ingat salah satu kelompok pahlawan favorit saya pada saat itu, yaitu Power Rangers. Saya cukup kaget setelah mendapat gambar beserta berita ini beberapa waktu yang lalu.



kabar tersebut berupa meninggalnya pemeran ranger kuning, pemeran ranger merah yang kini meninggalkan dunia akting dan bekerja sebagai Paramedic, dan ranger biru yang coming out as a gay guy. Sementara pemeran ranger hitam dan pink masih mencoba survive di dunia akting.

Pelajarannya, pahlawan itu juga manusia. Dia bahkan bisa berubah dan melakukan hal yang buruk di suatu hari. Manusia harus dengan bijak merespon semua itu. Nila setitik memang akan merusak susu sebelanga, tapi selama yang di belanga itu masih benar-benar susu dan nila yang setitik itu tidak akan meracuni tubuh, sayang sekali jika susu itu dibuang dan disia-siakan dengan percuma.

Senin, 08 November 2010

Day #6: "The Short Escape"



Dalam kurun waktu 8 bulan terakhir, saya rutin melakukan lari pagi dengan porsi sebanyak dua hingga tiga kali dalam seminggu. Pada awalnya saya nggak pernah menjadwalkan aktifitas ini didalam agenda, hingga pada suatu hari saya diberi nasehat oleh seorang tukang pijat refleksi yang pernah saya kunjungi, dimana disana beliau menjelaskan betapa "pentingnya" aktifitas pagi ini untuk tubuh saya. Saat itu pula saya seakan menjadi salah seorang paling apes di seluruh dunia yang sedang di hinggapi belasan drama hidup dalam satu waktu. Beberapa teman dekat bahkan sempat frustasi melihat kondisi saya waktu itu, sambil senyum saya cuma bisa bilang ke mereka: I dont love drama, the drama loves me.

Bagi saya, lari pagi merupakan suatu aktifitas yang dapat membantu mempertahankan kesehatan fisik sekaligus mental. Pada fisik, terbukti dengan bertambahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit yang biasanya sering menyerang tubuh saya seperti flu, sesak nafas, dan sakit kepala. Secara mental, saya menemukan sebuah "pelampiasan" atau mungkin semacam solusi mental terhadap hal-hal yang kerap hanya bisa dipendam di pikiran namun tidak bisa saya wujudkan dalam kehidupan nyata, setidaknya dalam waktu dekat. Aktifitas mental ini biasanya dibarengi dengan memutar musik yang mendukung yang saya dengarkan lewat earphone.

Lari pagi menjadi suatu penyemangat sebelum memulai aktifitas di dalam suatu hari, menjadi kekuatan terhadap penyakit-penyakit ringan yang kerap timbul, sebagai pelampiasan emosi dan pelarian sementara terhadap suatu masalah yang sedang menghinggapi, dan merupakan salah satu aktifitas untuk menambah keakraban dengan teman yang saya ajak lari pagi.

Saya yakin setiap orang pasti memiliki cara masing-masing untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka seperti kebutuhan saya diatas. Tujuannya agar bisa kembali kuat dalam menghadapi realita, baik secara fisik maupun mental. Pelarian sejenak itu enak. Disana saya bisa membuang emosi yang nggak perlu, mengembalikan energi positif, dan jika kasusnya seperti saya, berarti secara fisik orang yang melakukannya juga semakin sehat.

Sabtu, 06 November 2010

Day #5: “Like father(s), like daughter(s)”

Pepatah terkenal bilang: “Like father, like son”, tapi beberapa psikolog sepakat bahwa: “Anak laki-laki cenderung lebih dekat dengan ibunya, begitupun sebaliknya”. Berikut beberapa contoh cerita anak-anak perempuan yang (mungkin) didalam kehidupannya memang dekat dengan ayahnya, tetapi yang pasti mereka semua mewarisi bakat besar sang ayah.

1. Will Smith & Willow Smith


Baik Willow maupun Jaden Smith (kakak laki-lakinya) sebenarnya sama-sama mewarisi bakat besar sang ayah (dan tentunya dengan perpaduan bakat dari sang ibu “Jada Pinkett Smith” juga) yaitu musik & akting. Jaden sukses bermain di Pursuit of Happyness dan Karate Kid sedangkan Willow berakting sangat bagus di Kit Kittredge: An American Girl, meskipun disana dia hanya tampil sebagai figuran. Jaden mengeluarkan single duetnya dengan Justin Beiber, sementara Willow yang baru saja genap berumur 10 tahun telah menulis sebuah lagu “Whip My Hair” dengan video klip yang akan membuat semua orang menggeleng-gelengkan kepala. Nggak percaya? lihat disini.

2. Sting & Coco Sumner


Coco adalah salah satu contoh anak perempuan yang mewarisi bakat musik dari ayahnya. Membentuk band pada umur 14 tahun dengan nama "Coco and the ladyboys", dan sekarang merilis album dengan banner namamya: "I Blame Coco". Kalo familiar dengan “Englishman In New York” pasti akan notice bahwa DNA seorang Sting sangat kuat pada diri Coco, terdengar dari vokal dan dibeberapa lagu di debut albumnya “The Constant”, terutama pada lagu “Only Love Can Break Your Heart” yang menurut saya, secara musik, merupakan versi jaman sekarang dari Englishman In New York, silahkan dengarkan sendiri lagunya disini.

3. Lenny Kravitz & Zoë Kravitz


Alexander Wang adalah seorang fashion designer asal Amerika sekaligus teman Zoë yang mengajaknya untuk menjadi model di salah satu fashion show-nya. Zoë juga dikenal sebagai aktris yang bermain di beberapa film hollywood, termasuk salah satunya dia akan menjadi salah seorang mutant dalam seri film X-Men yang akan dirilis tahun 2011. Terakhir, Zoe juga telah membentuk sebuah band dengan nama “Elevator Fight”. Kita lihat karier yang mana nantinya yang benar-benar akan membesarkannya.

4. Mick Jagger & Georgia May Jagger



Georgia Jagger mungkin mewarisi bakat modelling dari ibunya "Jerry Hall", tapi menurut saya dia mewarisi bakat “kebintangan” dari ayahnya (selain tentunya wajahnya yg lebih mirip Mick dari pada Jerry). Karakter Mick jagger yang iconic membuatnya tidak hanya dikenal dikalangan musisi dan pecinta musik, tapi juga dibelahan “dunia” yang lain. Tidak perlu memerlukan waktu yang terlalu lama bagi Georgia untuk bisa menjadi model besar dengan mem-booking berbagai ad campaign dan cover majalah fashion seperti disini, disini, disini dan disini.

Kadang saya penasaran bagaimana treatment orang tua terutama seorang ayah didalam keluarga artistik seperti mereka. Saya pikir tidak ada satupun dari keempat ayah di atas yang “merencanakan” masa depan karier anaknya jika memang si anak tidak memiliki keinginan atau bakat untuk berkarier dibidang tertentu. Dan membawa nama belakang dari seorang ayah yang sudah terkenal sukses bisa jadi merupakan sebuah beban besar dalam karier mereka. Tetapi menurut saya keempat bintang diatas adalah contok anak-anak emas yang cukup sukses membangun karier dibidangnya masing-masing, terbukti dengan banyaknya respon positif dari media yang akhir-akhir sedang ramai membicarakan mereka.

Berbicara ayah & anak perempuan “artistik”, tentunya tidak akan lupa dengan bintang-bintang lokal ini

 ini
 ini
 dan ini

Jumat, 05 November 2010

Day #3: "Paket"

Hari ini Jumat, 5 November 2010, Tuhan mencoba berbagi kesedihan dari Merapi tidak cuma lewat berita di media cetak, televisi, maupun internet. Pagi ini benar-benar ada kiriman "paket" berupa abu yang berasal dari Merapi yang menyebar ke hampir sebagian besar wilayah kota Bandung.

Berita paling awal datang dari seorang teman yang tinggal di daerah Tubagus Ismail. Kabar yang dia sebarkan lewat Twitter dan Blackberry Messenger tersebut adalah tentang adanya semacam debu tebal berwarna putih di semua kendaraan yang sedang parkir di tempat dia tinggal. Dia percaya abu tersebut berasal dari Merapi. Awalnya saya nggak percaya sampai akhirnya dia mengirimkan foto-foto abu diatas permukaan kendaraan tersebut dan membuktikannya sendiri lewat pemandangan yang sama terjadi pada sebagian mobil-mobil yang melewati jalanan kota Bandung.

Kepanikan berlanjut setelah diterimanya pesan singkat berupa info detail tentang abu Merapi yang merupakan suatu zat berbahaya jika terserap ke dalam tubuh manusia. Zat beracun itu masuk melalui udara yang kita hirup, makanan yang kita makan yang telah terkena zat tersebut, dan kontak langsung dengan mata. Alhasil yang saya lakukan adalah sebisa mungkin menghindari udara bebas, melindungi mulut dan hidung dengan tangan atau benda apapun, dan menghindari konsumsi makanan yang dijual di tempat terbuka.

Sampai tulisan ini dibuat, kabar ter-update menyiarkan bahwa abu tersebut mulai menyebar di daerah Cimahi. Semua orang di negeri ini pasti sangat khawatir terhadap apa yang akan terjadi esok hari. Semakin hari semua berita terdengar semakin buruk. Tapi mengutip sebuah kalimat populer: shits happen but the life must go on. Yang harus dilakukan adalah bersikap optimis dengan selalu meyakini bahwa Dia akan mengirim sebuah "paket" yang lebih baik di kemudian hari, sebuah "rencana" dibalik "bencana".

Kamis, 04 November 2010

Day #2: “Jodoh”

Tadi malam saya mengunjungi tempat tinggal seorang teman yang berada di sekitaran Dago. Disana saya disambut dengan rentetan pertanyaan & pernyataannya tentang status relationship sepasang teman kita dikampus yang baru saja berakhir. Pada intinya kami sama-sama menyayangkan berakhirnya hubungan yang telah berlangsung hampir selama lima tahun tersebut, apalagi keduanya sudah menunjukkan tanda-tanda “siap nikah” yang cukup obvious, setidaknya di mata saya dan teman saya itu. 

Beberapa minggu sebelumnya, seorang teman wanita yang juga berasal dari satu kampus resmi mengumumkan rencana pernikahannya dalam waktu yang tidak terlampau jauh kedepan. Bersama pacarnya, dia datang ke dalam sebuah acara besar di kampus dengan wajah yang terlihat sangat bahagia. Berbeda dengan cerita pertama di atas, teman saya ini baru saja mengenal dan berpacaran dengan calon suaminya itu tidak lebih dari 3 bulan. Keduanya kini telah bekerja di bidang yang menurut saya adalah bidang yang memang mereka cintai. 

Kedua cerita di atas bisa jadi merupakan cerita klise dimata sebagian orang, karena saking banyaknya kasus serupa yang pernah mereka dengar atau mungkin mereka alami sendiri. Bagi saya pribadi, ada pelajaran yang bisa di ambil dari situ. Selain lagi-lagi masalah komitmen, pernikahan itu sesuatu yang kompleks. Saya sudah tiga kali merasakan pressure dari orang-orang terdekat yang akan melangsungkan pernikahan. Orang-orang tersebut adalah ketiga kakak kandung saya sendiri. Sebagai anak bungsu sudah selayaknya menjadi bagian penting dari hajatan besar keluarga tersebut. Bagian yang paling berat menurut saya adalah ketika harus "bersikap" terhadap keluarga besan. Ada tekanan sosial disana, dimana saya harus pintar-pintar menjaga nama keluarga saya agar terlihat baik dimata mereka dan tentunya juga dimata rekan dan kerabat mereka yang turut diundang.

Sebagai makhluk sosial, status dan tekanan sosial pasti menjadi bagian yang nggak bisa terlepas dari benak manusia. Ada semacam kepercayaan di kampus saya tentang betapa pentingnya kita memiliki pasangan terutama pada detik-detik menuju kelulusan. Mungkin kepercayaan itu berawal dari pendapatl tentang alangkah lengkapnya hidup ini jika ketika keluar dari gedung tempat wisuda, kita disana bersama keluarga dan pasangan tercinta. Paling tidak keluarga disana akan melihat dua prestasi yang telah kita raih pada saat itu: Lulus & punya pacar. Maka dari itu tidak sedikit yang berlomba-lomba untuk meraih status sosial tersebut. Pasangan hidup menjadi suatu penanda sosial. 

Satu lagi cerita menarik dari salah satu sahabat saya. Jefri namanya, mengenal wanita yang sekarang menjadi istrinya itu dari Facebook. Hubungan mereka berlanjut di dunia nyata dan tidak memerlukan waktu hingga berlarut-larut sampai mereka merasakan kecocokan satu sama lain dan akhirnya memutuskan untuk menikah. Undangan pernikahan pun menyebar dengan desain yang mereka rancang sendiri.





Jodoh itu kadang misterius, kadang dengan mudahnya muncul dihadapan ketika kita membutuhkan. Tapi  bagaimanapun saya setuju dengan kalimat seorang teman: “Jodoh itu nggak akan kemana, tapi kalau nggak kemana-mana ya nggak jodoh-jodoh”


Rabu, 03 November 2010

Day #1: “Blogging & Microblogging”


Ada yang bilang: “ide terbaik adalah ide yang terealisasikan” menurut saya kalimat tersebut harus bersambung dengan: “tapi apalah artinya ide yang terealisasikan jika cuma kamu dan Tuhan yang bisa melihatnya”. Jaman sekarang, blog itu jadi sarana buat “pameran” karya atau ide yang terealisasikan tersebut. Saya adalah orang yang selalu dibuat kagum dengan karya teman-teman sejawat dan mungkin menjadi orang yang paling kekeuh menyarankan agar mereka mempublikasikan karya-karyanya di blog. Sebagian sukses mempublikasikannya, sebagian lain bahkan tak kunjung memulai akun blogging manapun. Kendalanya sama: Malas.

Pernah suatu hari seorang teman mengirim sms urgent meminta online portfolio saya untuk dijadikan bagian dari artikel yang sedang dia buatuntuk sebuah majalah, dan saya cuma bisa membalas: belum bikin. Di lain waktu, seorang rekan kerja mengajak saya ke dalam sebuah kunjungan dimana saya bertemu dengan berbagai orang yang aktif dalam bidang industri kreatif saat itu. Dalam kesempatan tersebut banyak dialog mengenai blog yang pada akhirnya disimpulkan bahwa blog merupakan suatu sarana berkomunikasi yang  paling efektif saat ini. 

You can call me an intense blog walker that actually don’t even have one serious blog.

Blog itu seperti kartu nama. Pengenal identitas bagi beberapa kalangan. Karena kadang informasi profesi di kartu nama itu tidak cukup. Jika dia seorang desainer, orang-orang perlu melihat karya-karyanya. Jika dia jurnalis, setidaknya orang perlu melihat tulisan dia yang pernah dimuat di media massa.

Terus terang saya memutuskan untuk membuat blog ini setelah membaca sebuah pesan terusan di Twitter atau yang lebih popular dengan sebutan “Retweet”. Pesan tersebut nge-link ke sebuah website yang setelah dibaca ternyata cukup bisa menggugah saya yang selama ini selalu punya keinginan besar untuk memiliki blog pribadi, tapi tak kunjung mendalaminya. (Ehm, sebenarnya pengalaman “nge-blog” saya nggak nol-nol amat. Dulu sempat punya akun di blogspot, multiply, bahkan wordpress, tapi semua itu dibuat atas dasar semangat ikut-ikutan, latah, nggak mau ketinggalan. Walhasil, akun-akun tersebut nggak beda dari rumah kosong yang tak berpenghuni. Nggak ada yang ngurus.) 

Sebuah kata kunci yang disebutkan website tersebut adalah Komitmen. Terdengar seperti akar dari permasalahan saya dengan semua akun blogging tersebut. Sederhana dan berat, sebab artinya janji dan tanggung jawab. Ternyata seserius itu ya bermain blog. 

Mungkin saya memang nggak pernah serius menulis di blog. Tapi saya menemukan kesenangan bermain di sebuah media dan aktifitas yang dikenal dengan sebutan Microblogging. Twitter adalah produk microblogging tersebut. Sifatmya yang praktis, direct, dan tidak bertele-tele telah berhasil mengambil hati saya dan jutaan orang di seluruh dunia untuk memakainya. Bisa dikatakan tidak ada update informasi paling panas yang tidak lewat Twitter. Termasuk informasi tentang 30 hari menulis ini saya juga mendapat informasi awal dari Twitter.

Twitter menjadi semacam media didalam media. Surat kabar perlu waktu sehari untuk mempublikasikan edisi terbarunya, berita di televisi tidak setiap saat bisa disaksikan oleh masyarakat, dan perlu effort tertentu untuk membuka satu-persatu website termasuk diantaranya blog untuk meng-update berita. Bisa dibilang nggak ada media berita atau publikasi manapun yang tidak memiliki akun Twitter. (dan kini nyaris nggak ada iklan kartu dan telepon seluler yang tidak menyantumkan logo Twitter didalam iklannya)


Karena mereka tahu pada akhirnya semua berita dari berbagai media tersebut akan terangkai kedalam satu timeline di Twitter dan dapat dibaca oleh kalangan masyarakat yang lebih luas dengan cara yang lebih praktis (lewat layar handphone)

So, which is more important? I think both of them are important. Both can share story. Both can be personal. Both can explain to the world about who we are, our point of view, our attitude. 

Seperti yang dilakukan oleh Tom Cruise tentang keprihatinannya terhadap musibah yang dialami Indonesia belakangan ini. 

.

Foto ini diambil dari Kompas terbitan Minggu 31 Oktober 2010


Last but not least, I would love to see your comments about my first post in this blog :D. Thanks.