Sabtu, 20 November 2010

Day #16: "The Breath of Fresh Air"

The Breath of Fresh Air is something that we couldn’t see every time. It’s like something different that will refresh our minds from the sort of stressful activities or boredom that we have at a certain time. It’s unexplainably special. It could come from a tiny little thing that we don’t even notice before. It’s like a color when everything we see is only black and white.  It’s a big smile in our faces when it’s suddenly shown up. Sometimes we never know that it’s coming to us. It’s personal. It creates the most comfortable feeling at a time like there’s no other positive emotion can do. It’s overwhelming. It could be a whole new energy to continue something we probably almost lose or give up. The energy that will help us make a right decision and kill some doubts. It’s such a special little gift that God give us for such a little time.
It’s actually a happiness. A short comfort. People would not feel that if they don’t even feel bad before. The bigger problem we have, the more extreme breath of the fresh air will cure.
We can find it anywhere. In books, in people we see, in neighborhood, in the mirror, we can even create it in our minds if in the end of the day we don’t see it anywhere.
This is a picture of my two-year-old nephew that live quite far from here. And it’s my today’s breath of fresh air.


Jumat, 19 November 2010

Day #15: "Gimmick"


In marketing language, a gimmick is a unique or quirky special feature that makes something "stand out" from its contemporaries. However, the special feature is typically thought to be of little relevance or use. Thus, a gimmick is a special feature for the sake of having a special feature. It began, however, as a slang term for something that a con artist or magician had his assistant manipulate to make appearances different from reality. Such things as the manipulating of a gaming wheel led to the idea of a "gimmick" being used. -Wikipedia

A shiny seductive finish applied to a big pile of bull shit.2.A ploy geared to make you believe something of an untrue nature. -Urban Dictionary

Gimmick buat menarik perhatian. Gimmick buat jadi pusat perhatian. Gimmick buat mengubah pikiran. Gimmick buat mencari keuntungan. Gimmick buat jualan.

Foto diatas saya ambil dari pinggir jalan daerah gede bage beberapa waktu silam. Entah dengan maksud untuk menarik perhatian untuk "menipu" calon pembeli dengan tulisan "Favorit Selebriti" atau sang penjual hanya ingin membubuhkan humor pada jualannya. Somehow it's quite refreshing to see that, at least I smiled at it. Mungkin akan lebih "menjual" jika si penjual Es Durian ini memiliki selera humor yang sesuai dengan apa yang terpampang di gerobaknya. Sayang sekali saya nggak sempat mampir mencicipi jualannya.

Jaman makin susah, nyari duit makin nggak gampang. Jualan gimmick bisa jadi jalan pintas bagi sebagian orang yang ingin jualannya cepat laku. Tapi semakin sering orang melihat hal serupa, semakin pintar dia memilih dan menilai mana jualan yang "menipu" mana yang bukan. Menurut saya, penjual yang paling pandai adalah penjual yang paling pintar menyembunyikan gimmick yang dia pilih. Karena pembeli jaman sekarang juga makin pintar dan nggak gampang dibodohi dengan gimmick murahan.

Saya pernah meng-captured sebuah iklan yang menurut saya kocak dan bikin penasaran. Foto tersebut pernah saya upload di blog saya yang lain . Menurut anda gimmick macam apakah itu? Dan apakah foto yang dibawah ini juga merupakan gimmick untuk nama sebuah toko bayi?


Kamis, 18 November 2010

Day #14: "I-wish-I-could & stuffs"

I wish I had everything I need to get those freedoms
I wish I had nothing to fear
I wish I had a better charm
I wish I could say this
I wish I could text that
I wish I had more to say 
I wish I had that kind of confidence
I wish I could stop dreaming and make it true
I wish I could face it now
I wish I could tell how much I love those songs
I wish I had better words to show them
I wish it's not just a phase
I wish I could get closer
I wish It would be what I expect to be
but if it will not be,
I wish I would get it in an unexpected way
And i will dream about you again

Rabu, 17 November 2010

Day #13: "Anti-meat"

Hari raya qurban membuat beberapa teman saya menjadi vegetarian temporer. Ceritanya gara-gara mereka menyaksikan langsung proses penyembelihan hewan qurban, bergidik ngeri lalu merasa iba terhadap hewan-hewan itu. Walhasil sampai daging sudah matang dalam bentuk sate atau gulai, mereka belum mau menyentuh hidangan lezat tersebut. Mungkin jika hal ini terjadi berkepanjangan, lama-lama mereka beneran menjadi vegetarian.

Cerita "anti-meat" ini juga terjadi pada beberapa fashion designer yang anti menggunakan bagian tubuh binatang seperti fur, kulit, dan feather untuk menjadi bagian dari desain yang mereka buat. Setelah menyimak interview dengan Stella McCartney, putri Paul McCartney yang merupakan salah seorang fashion designer yang menganut paham tersebut, pada dasarnya dia dan mereka yang memiliki visi sama dengannya merupakan kalangan penyayang binatang yang secara langsung berdampak pada pola hidup/makan mereka, yaitu menjadi vegan. (Ada cerita lucu beberapa waktu silam, ketika Ellen DeGeneres yang juga mengaku vegan harus "berurusan" dengan Lady Gaga yang ketika di undang ke talkshow-nya memakai tiruan kostum daging seperti yang ia pakai di VMA tahun ini)

Stella McCartney's Bambi-inspired A/W 2009/2010 ad campaign

Animal right activist dan eco-friendly design secara langsung ataupun tidak menjadi image dan branding terhadap diri pribadi serta produk-produk yang akan dia jual oleh desainer yang dikenal dengan visi dan misi tersebut. Selain akan berhasil menembak ke suatu pasar tertentu, desainer seperti Stella McCartney memiliki tantangan untuk mengganti material produk yang biasa terbuat dari kulit binatang seperti pada sepatu, tas dan beberapa asesoris lain dengan material lain namun tetap memiliki fungsi yang kurang lebih sama dengan kulit. Dan dia berhasil mencapai itu.

Ada cerita menarik dari Karl Lagerfeld, seorang fashion designer yang bekerja untuk label besar seperti Chanel dan Fendi yang pernah menyatakan statement-nya tentang fur: 
 "Hunters in the north make a living having earnt nothing else than hunting. Killing those beasts who would kill us if they could." 

 Dan dia menyimpulkan dialog fur dan anti-fur itu dengan: 
 "In a meat-eating world, wearing leather for shoes and clothes and even handbags, the discussion of fur is childish."

Selasa, 16 November 2010

Day #12: "Toleransi"


Foto diatas adalah sebuah pemandangan yang akrab di temui masyarakat Indonesia secara umum tiap setaun sekali, tepatnya tiap ada perayaan hari raya Idul Adha. Tapi pernahkah anda terganggu dengan pemandangan seperti foto diatas? Hewan qurban seperti kambing dan sapi yang tiba-tiba dijual bebas dipinggir jalan seperti orang jualan merchandise salah satu tim kesebelasan sepak bola tiap kali tim tersebut akan bertanding. Secara mendadak indra penglihat kita harus beradaptasi dengan pemandangan tersebut, indra penciuman yang juga harus beradaptasi terhadap bau binatang yang tentunya sama sekali nggak enak itu. 

Saya adalah salah seorang yang ikut merayakan hari raya Idul Adha. Tapi hari ini, H-1 dari perayaan hari besar tersebut, saya tiba-tiba berpikir untuk memposisikan diri saya sebagai orang yang tidak merayakannya, alias non-muslim. Untungnya bagi orang Indonesia yang dari sejak lahir sudah terbiasa dengan suasana perayaan hari besar agama, pemandangan seperti ini mungkin tidak terlalu mengagetkan. Jika Islam merupakan agama mayoritas masyarakan Indonesia, warga minoritas harus pintar-pintar membawa diri untuk beradaptasi terhadap kebiasaan atau ibadah yang dilakukan warga mayoritas. 

Tahun ini Idul Adha dirayakan di dua hari yang berbeda karena ada dua kepercayaan berbeda terhadap waktu jatuhnya Idul Adha. Tadi malam saya mendengar suara takbir bersahutan dari masjid-masjid disekitar kontrakan saya. Suara takbir tersebut terdengar hingga jam 2 dini hari. Disini saya kembali berpikir: "Kalo saya bukan muslim dan rumah saya disebelah masjid pasti sudah terganggu sekali dengan suara takbir itu. Pertama karena suaranya keras terdengar hingga larut dan mengganggu tidur. Kedua: saya bahkan nggak ngerti sama isi takbir itu". Kasus serupa terjadi pada bulan puasa dimana tiap jam 3 pagi beberapa masjid akan membangunkan masyarakat sekitar dengan menggunakan microphone. Disini toleransi kaum minoritas tersebut kembali diuji.

Mungkin saya akan benar-benar merasakan menjadi pihak minoritas itu kalo saya tinggal di wilayah seperti contohnya Bali dimana suatu agama tertentu menjadi mayoritas disana. Saya cuma menyayangkan hal-hal yang mungkin sepele seperti lokasi jual-beli hewan qurban, terlepas dari kewajiban beribadah, harusnya lebih bisa ditertibkan. Setidaknya dipusatkan disuatu tempat. Karena jualan hewan qurban berbeda dengan jualan binatang piaraan. Kecuali yang jualan mau memandikan dulu barang dagangannya.

Senin, 15 November 2010

Day #11: "Lumayan.."

Dibilang "lumayan" itu buat sebagian orang bisa membuat lega atau seenggaknya tersenyum, karena berarti apa yang mereka buat atau miliki selama ini nggak jelek-jelek amat di mata orang lain. Tapi ucapan "lumayan" dari seseorang akan membuat gusar sebagian orang lain karena mereka berpikir bahwa jerih payah yang selama ini mereka kerahkan untuk sesuatu yang mereka buat nggak terbayar. Apalagi jika kata "lumayan" itu mereka dengar berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup ama. Siapapun di dunia ini pasti pernah memiliki keinginan untuk mendapat penghargaan lebih dari kerja keras yang telah mereka lakukan, setidaknya sekali seumur hidup. Apalagi jika mereka begitu yakin terhadap hasil dari kerja keras itu.



Hari ini hal tersebut terjadi pada saya. Saya nggak akan cerita gamblang. Saya coba analogikan dengan reaksi seseorang setelah nonton sebuah film. Jika sebelum menonton film orang itu mendapat informasi bahwa film yang akan dia tonton itu jelek, padahal setelah dia tonton menurutnya lumayan, orang itu akan bilang: "it's not that bad". Begitupun sebaliknya, jika informasi yang dia dapatkan sebelumnya berisi bahwa film itu bagus, sedangkan dia pikir setelah menonton filmnya jelek, dia akan bilang: "it's not that great"

For me, not-that-bad is exactly the same with not-that-great. They both mean SO-SO. Not special. Fair. And somebody here needs to exaggerate his greatness.


Minggu, 14 November 2010

Day #10: "Blunder"

Saya orang yang percaya Tuhan, dan selalu berusaha berpikir bahwa hal apapun di dunia ini yang bukan Tuhan pasti nggak akan sempurna dan dari situ saya berharap akan tumbuh pola berpikir atau sifat ikhlas, nrimo, optimis, dan tidak takut gagal dalam melakukan tindakan apapun pada diri saya.

Jadi bagaimana jika ternyata hal-hal yang selama ini kita percaya kebenarannya ternyata adalah kebohongan atau kesalahan besar? Bagaimana jika tanggal lahir yang tertera pada akte kelahiran kita ternyata salah? Bagaimana jika pelajaran yang diajarkan di sekolah ternyata bohong? (dan sudah banyak terbukti seperti contoh terakhir terjadi pada Brontosaurus) dan bagaimana jika ternyata memang benar ibu kitalah yang mengirim sms butuh pulsa dan memiliki nomor handphone lain yang selama ini nggak pernah kita tau? (kalo yang ini agak nggak mungkin ya)

Tugas manusia adalah waspada dengan pintar-pintar menganalisa dan membawa diri, karena tiap-tiap orang memiliki kepentingan. Belajar dari kesalahan diri sendiri dan orang lain dan rajin mengaktualisasi diri dan berpikir kritis, karena bahkan pihak yang pada suatu hal membawa keberhasilan ternyata disisi lain membawa kehancuran (refers to sebuah rezim yang pernah sangat Berjaya di negeri ini)

“Orang bertopeng itu bisa perampok atau penipu. Bisa juga Batman atau Spiderman” –Wimar Witoelar

Saat ini kita bisa melihat Tifatul Sembiring dan FPI sebagai dua buah pihak yang banyak di cecar dan di kritik masyarakat Indonesia maupun luar negeri. Juga melihat performa presiden SBY yang kurang kuat dan tegas dalam menanggapi masalah-masalah yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Jadi mungkin orang Indonesia kini mulai terbiasa menghadapi sikap pihak-pihak yang punya power tapi blunder.

Saya adalah contoh orang yang selalu memandang sinis terhadap aparat keamanan, khususnya polisi. Penyebabnya tentu berakar dari pengalaman-pengalaman nggak enak yang pernah saya alami dan dengar tentang mereka. Tapi sekarang saya bingung harus bersikap bagaimana setelah sejak beberapa waktu lalu saya masih tersentuh tiap kali melihat foto (dan membaca berita) yang menjadi headline disebuah surat kabar ini.