Selasa, 16 November 2010

Day #12: "Toleransi"


Foto diatas adalah sebuah pemandangan yang akrab di temui masyarakat Indonesia secara umum tiap setaun sekali, tepatnya tiap ada perayaan hari raya Idul Adha. Tapi pernahkah anda terganggu dengan pemandangan seperti foto diatas? Hewan qurban seperti kambing dan sapi yang tiba-tiba dijual bebas dipinggir jalan seperti orang jualan merchandise salah satu tim kesebelasan sepak bola tiap kali tim tersebut akan bertanding. Secara mendadak indra penglihat kita harus beradaptasi dengan pemandangan tersebut, indra penciuman yang juga harus beradaptasi terhadap bau binatang yang tentunya sama sekali nggak enak itu. 

Saya adalah salah seorang yang ikut merayakan hari raya Idul Adha. Tapi hari ini, H-1 dari perayaan hari besar tersebut, saya tiba-tiba berpikir untuk memposisikan diri saya sebagai orang yang tidak merayakannya, alias non-muslim. Untungnya bagi orang Indonesia yang dari sejak lahir sudah terbiasa dengan suasana perayaan hari besar agama, pemandangan seperti ini mungkin tidak terlalu mengagetkan. Jika Islam merupakan agama mayoritas masyarakan Indonesia, warga minoritas harus pintar-pintar membawa diri untuk beradaptasi terhadap kebiasaan atau ibadah yang dilakukan warga mayoritas. 

Tahun ini Idul Adha dirayakan di dua hari yang berbeda karena ada dua kepercayaan berbeda terhadap waktu jatuhnya Idul Adha. Tadi malam saya mendengar suara takbir bersahutan dari masjid-masjid disekitar kontrakan saya. Suara takbir tersebut terdengar hingga jam 2 dini hari. Disini saya kembali berpikir: "Kalo saya bukan muslim dan rumah saya disebelah masjid pasti sudah terganggu sekali dengan suara takbir itu. Pertama karena suaranya keras terdengar hingga larut dan mengganggu tidur. Kedua: saya bahkan nggak ngerti sama isi takbir itu". Kasus serupa terjadi pada bulan puasa dimana tiap jam 3 pagi beberapa masjid akan membangunkan masyarakat sekitar dengan menggunakan microphone. Disini toleransi kaum minoritas tersebut kembali diuji.

Mungkin saya akan benar-benar merasakan menjadi pihak minoritas itu kalo saya tinggal di wilayah seperti contohnya Bali dimana suatu agama tertentu menjadi mayoritas disana. Saya cuma menyayangkan hal-hal yang mungkin sepele seperti lokasi jual-beli hewan qurban, terlepas dari kewajiban beribadah, harusnya lebih bisa ditertibkan. Setidaknya dipusatkan disuatu tempat. Karena jualan hewan qurban berbeda dengan jualan binatang piaraan. Kecuali yang jualan mau memandikan dulu barang dagangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar